Pakubuwana VI


Sri Susuhan Pakubuwana VI atau Sampeyadalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhan Pakubuwono VI adalah raja Kasunanan Surakarta. Dia memerintah Surakarta mulai dari tahun 1823 hingga berakhir di tahun 1830.
Nama aslinya adalah Raden Mas Sapardan. Dia adalah putra Pakubuwana V dengan permaisuri KRAy(Kanjeng Ratu Ayu) Sasrakusuma, keturunan Ki Juru Martani. Dia juga dijuluki dengan nama Sunuhun Bangun Tapa karena gemar bertapa brata. Setelah ayahnya meninggal, dia naik takhta di tanggal 15 September 1823, sepuluh hari setelah kematian ayahnya.

Pangeran Diponegoro

Sri Susuhan Pakubuwana VI atau Sampeyadalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhan Pakubuwono VI adalah raja Kasunanan Surakarta. Dia memerintah Surakarta mulai dari tahun 1823 hingga berakhir di tahun 1830.
Nama aslinya adalah Raden Mas Sapardan. Dia adalah putra Pakubuwana V dengan permaisuri KRAy(Kanjeng Ratu Ayu) Sasrakusuma, keturunan Ki Juru Martani. Dia juga dijuluki dengan nama Sunuhun Bangun Tapa karena gemar bertapa brata. Setelah ayahnya meninggal, dia naik takhta di tanggal 15 September 1823, sepuluh hari setelah kematian ayahnya.
Ketika ikut memerangi Diponegoro, Pakubuwana VI melakukan aksi ganda. Dia mengirim pasukan untuk berpura-pura membantu Belanda sebagai bantuan rahasia kepada Diponegoro. Ranggawarsita, seorang pujangga besar mengaku semasa mudanya pernah ikut dalam sandiwara tersebut.

Ditangkap Belanda

Pada tanggal 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap Belanda. Belanda lalu menargetkan Pakubuwana VI. Belanda curiga kepadanya setelah ditolak oleh Pakubuwana VI masalah penyerahan beberapa wilayah Surakarta kepada Belanda.
Belanda menahan juru tulis keraton yang saat itu adalah Mas Pajangswara, ayah dari Ranggawarsita. Pajangswara adalah anggota keluarga Yasadipura yang anti Belanda. Dia menolak untuk membocorkan informasi rahasia Pakubuwana VI. Hingga akhirnya dia disiksa secara kejam hingga meninggal. Konon jasadnya ditemukan penduduk di sekitar Luar Batang.
Belanda akhirnya menangkap Pakubuwana VI dan membuangnya ke Ambon di tanggal 8 Juni 1830 dengan alasan Mas Pajangswara telah membocorkan semua informasi rahasianya dan kini hidup nyaman di Batavia.
Karena fitnah tersebut kelak hubungan antara putra Pakubuwana VI, yaitu Pakubuwana IX dengan Ranggawarsita menjadi buruk. Ketika Pakubuwana VI berangkat ke Ambon, Pakubuwana IX masih dalam kandungan. Akhirnya takhta Surakarta jatuh kepada pamannya dengan gelar Pakubuwana VII.

Misteri Kematian

Pakubuwana VI meninggal di Ambon pada 2 Juni 1849, secara resmi Belanda menyebutnya meninggal karena kecelakaan saat berpesiar di laut. Tahun 1957 jasadnya dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri, kompleks makam keluarga raja keturunan Mataram.
Ketika digali makamnya ditemukan lubang di bagian dahi. KGPH Jatikusumo, salah satu putra Pakubuwana X mengatakan bahwa lubang itu seukurang peluru senapa baker. Setelah letak lubangnya ditinjau, disimpulkan bahwa dia dibunuh dengan tembakan di bagian dahi.

Pranala Sumber :

Comments

Post a Comment