sumber : https://id.wikipedia.org |
Sri Susuhan Pakubuwana VI atau Sampeyadalem
Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhan Pakubuwono VI adalah raja Kasunanan Surakarta.
Dia memerintah Surakarta mulai dari tahun 1823 hingga berakhir di tahun 1830.
Nama aslinya adalah Raden Mas Sapardan. Dia
adalah putra Pakubuwana V dengan permaisuri KRAy(Kanjeng Ratu Ayu) Sasrakusuma,
keturunan Ki Juru Martani. Dia juga dijuluki dengan nama Sunuhun Bangun Tapa
karena gemar bertapa brata. Setelah ayahnya meninggal, dia naik takhta di
tanggal 15 September 1823, sepuluh hari setelah kematian ayahnya.
Pangeran Diponegoro
Sri Susuhan Pakubuwana VI atau Sampeyadalem
Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhan Pakubuwono VI adalah raja Kasunanan Surakarta.
Dia memerintah Surakarta mulai dari tahun 1823 hingga berakhir di tahun 1830.
Nama aslinya adalah Raden Mas Sapardan. Dia
adalah putra Pakubuwana V dengan permaisuri KRAy(Kanjeng Ratu Ayu) Sasrakusuma,
keturunan Ki Juru Martani. Dia juga dijuluki dengan nama Sunuhun Bangun Tapa
karena gemar bertapa brata. Setelah ayahnya meninggal, dia naik takhta di
tanggal 15 September 1823, sepuluh hari setelah kematian ayahnya.
Ketika ikut memerangi Diponegoro, Pakubuwana
VI melakukan aksi ganda. Dia mengirim pasukan untuk berpura-pura membantu
Belanda sebagai bantuan rahasia kepada Diponegoro. Ranggawarsita, seorang
pujangga besar mengaku semasa mudanya pernah ikut dalam sandiwara tersebut.
Ditangkap Belanda
Pada tanggal 28 Maret 1830, Pangeran
Diponegoro berhasil ditangkap Belanda. Belanda lalu menargetkan Pakubuwana VI.
Belanda curiga kepadanya setelah ditolak oleh Pakubuwana VI masalah penyerahan
beberapa wilayah Surakarta kepada Belanda.
Belanda menahan juru tulis keraton yang saat
itu adalah Mas Pajangswara, ayah dari Ranggawarsita. Pajangswara adalah anggota
keluarga Yasadipura yang anti Belanda. Dia menolak untuk membocorkan informasi
rahasia Pakubuwana VI. Hingga akhirnya dia disiksa secara kejam hingga
meninggal. Konon jasadnya ditemukan penduduk di sekitar Luar Batang.
Belanda akhirnya menangkap Pakubuwana VI dan
membuangnya ke Ambon di tanggal 8 Juni 1830 dengan alasan Mas Pajangswara telah
membocorkan semua informasi rahasianya dan kini hidup nyaman di Batavia.
Karena fitnah tersebut kelak hubungan antara
putra Pakubuwana VI, yaitu Pakubuwana IX dengan Ranggawarsita menjadi buruk. Ketika
Pakubuwana VI berangkat ke Ambon, Pakubuwana IX masih dalam kandungan. Akhirnya
takhta Surakarta jatuh kepada pamannya dengan gelar Pakubuwana VII.
Misteri Kematian
Pakubuwana VI meninggal di Ambon pada 2 Juni
1849, secara resmi Belanda menyebutnya meninggal karena kecelakaan saat
berpesiar di laut. Tahun 1957 jasadnya dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri,
kompleks makam keluarga raja keturunan Mataram.
Ketika digali makamnya ditemukan lubang di
bagian dahi. KGPH Jatikusumo, salah satu putra Pakubuwana X mengatakan bahwa
lubang itu seukurang peluru senapa baker. Setelah letak lubangnya ditinjau,
disimpulkan bahwa dia dibunuh dengan tembakan di bagian dahi.
Pranala Sumber :
Pranala Sumber :
soniaontheweb
ReplyDelete.