sumber : https://id.wikipedia.org |
Sri Susuhan Pakubuwana II atau singkatnya Pakubuwana II
adalah raja terakhir dari Kasunanan Surakarta. Pemerintahannya dimulai dari
tahun 1726 hingga 1742. Setelah Kasunanan Kartasura dihancurkan dia mendirikan
Kasunanan Surakarta dan memulai pemerintahnnya sebagai raja pertama dari tahun
1745 hingga 1749.
Pemerintahan Awal
Dia adalah putra dari Amangkurat IV dari permaisurinya
keturunan Sunan Kudus. Nama asli Pakubuwana II adalah Raden Mas Prabasuyasa, ia
lahir pada tanggal 8 Desember tahun 1711.
Awalnya dia memegang takhta Kasunanan Kartasura pada
tanggal 15 Agustus 1726 dalam usianya yang masih 15 tahun. Beberapa tokoh
istana memperebutkannya untuk dijadikan boneka mereka mengingat usianya masih
muda.
Karena kerusuhan itu pejabat istana terbagi menjadi dua
faksi. Faksi pertama adalah golongan yang bersahabat dengan VOC, pelopornya
adalah Ratu Amangkurat(ibu suri). Faksi kedua adalah mereka yang anti VOC
dengan pelopornya adalah patih Cakrajaya.
Patih Cakrajaya
membenci Arya Mangkunegara yang juga kakak tiri dari Pakubuwana II. Arya
Mangkunegara ikut dalam Perang Suksesi Jawa Kedua dan kalah, tetapi masih
diampuni oleh Amangkurat IV.
Tahun 1728 Cakrajaya menjebak Arya Mangkunegara dengan
membuatnya seolah-olah telah berselingkuh dengan istri Pakubuwana II.
Pakubuwana II mendesak VOC dan membuatnya terpaksa membuang Arya Mangkunegara
ke Sri Langka kemudian dipindahkan ke Tanjung Harapan.
Tahun 1732 Pakubuwana berselisih dengan Patih Cakrajaya.
Akibatnya Pakubuwa sekali lagi meminta VOC untuk membuat seseorang, yaitu
Cakrajaya. VOC dengan senang hati melakukannya dan setelah itu Natakusuma
diangkat menjadi patih baru. Natakusuma juga anti VOC seperti Cakrajaya.
VOC dan Pakubuwana II memiliki hubungan yang cukup baik.
Secara berangsur dia membayar hutang-hutang pendahulunya.
Gegera Pacinan
Penyebab keruntuhan Kartasura adalah pemberontakan etnis
Tionghoa yang dinamai Geger Pacinan pada bulan Oktober tahun 1740. Awal yang
menjadi pemicuny adalah pembantaian etnis Tionghoa oleh bangsa Eropa di Batavia
atas ijin gubernur jendral VOC, Adriaan Valckenier.
Kaum Tionghoa yang selamat dari peristiwa tersebut
melarikan diri ke timur. Mereka melancarkan penyerbuan di pos-pos VOC yang
mereka temui. Kaum anti VOC mendesak Pakubuwana II untuk membantu kaum Tionghoa.
Pada bulan November 1741, Pakubuwana II mengirim 20.000
prajurit untuk membantu Tionghoa mengepung kantor VOC di Semarang. Sebelumnya
dia telah menumpas garnisun VOC yang bertugas pada bulan Juli 1741 di
Kartasura.
Kejatuhan Kartasura
Bupati Madura saat itu, Cakraningrat IV juga ipar
Pakubuwana II membenci pemerintahan Kartasura yang bobrok dianggapnya. Ia
menawarkan diri membantu VOC dengan syarat dia bisa lepas dari Kartasura dan
syarat itu diterima.
Keadaan menjadi terbalik, etnis Tionghoa dipukul mundur
pasukan VOC serta kroninya. Pakubuwana menyesal karena memusuhi VOC yang
sekarang dibantu Madura. Akhirnya penjanjian damai pun dijalin. Kapten Baron
von Hobendorff datang ke Kartasura pada Maret 1742 sebagai wakil VOC dalam
perjanjian damai.
Para pemberontak sakit hati karena perjanjian tersebut.
Lalu mereka mengangkat Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning sebagai raja baru
yang usianya masih 12 tahun. Raden Mas Garendi adalah cucu dari Amangkurat III,
setelah diangkat menjadi raja dia diberi gelar Amangkurat V. Sekarang para
pemberontak didominasi oleh orang-orang Jawa anti VOC yang semakin banyak dari
etnis Tionghoa.
Pada Juni 1742, Patih Natakusuma yang anti VOC dibuang
oleh Pakubuwana II. Para pemberontak membalasnya dengan pernyebuan Kartasura
secara besar-besaran. Pakubuwana II beserta von Hohendorff melarikan diri ke
Ponorogo.
Mendirikan Surakarta
Berkat VOC, Cakraningrat IV berhasil merebut Kartasura
pada Desember 1742. Dia juga mendesak VOC untuk membuang Pakubuwana II yang
dinilai tidak setia. VOC menolaknya karena Pakubuwana II masih dapat
dimanfaatkan. Akhirnya Cakraningrat IV menyerahkan Kartasura karena takut VOC
batal membantu kemerdekaan Madura.
Pakubuwana II dikembalikan ke Kartasura pada bulan
November tahun 1743. Sedangkan Sunan Kuning sebelumla sudah ditangkap pada
bulan Oktober. VOC semakin memberatkan perjanjiannya kepada Pakubuwana II.
Sebelumnya hutang mereka hanyalah biaya perang. Namun
sekarang Kartasura dilarang untuk mengangkat putra mahkota dan patih tanpa
persetujuan VOC. Karena Kartasura telah hancur maka Pakubuwana II membangun
istana baru di desa Sala dan diberi nama Surakarta. Dia mulai menempati istana
Surakarta pada tahun 1745.
Posisi Cakraningrat IV semakin kuat dan ia merebut
daerah-daerah di Jawa Timur dalam penumpasan Geger Pacinan. Dia memasukkan
wilayah-wilayah tersebut dalam wilayah Madura, tetapi ditolak VOC.
Akhirnya Cakraningrat juga memberontak kepada VOC. VOC
secara resmi memeranginya pada Februari 1745. Beberapa bulan setelahnya VOC
berhasil mendesak Cakraningrat IV dan membuatnnya melarikan diri ke
Banjarmasin. Sultan negeri itu malah menyerahkan Cakraningrat IV kepada VOC dan
membuatnya dibuang ke Tanjung Harapan.
Raden Mas Said, putra Arya Mangkunegara masih bertahan
dalam sisa-sisa pendukung penberontakan Tionghoa. Akhirnya Pakubuwana II
mengadakan sayembara dengan hadiah tanah Sokawati untuk siapa saja yang
berhasil merebut daerah Mas Said.
Sayembara itu dimenangkan oleh Pangeran Mangkubumi, adik
Pakubuwana II sendiri di tahun 1746. Dulunya Pangeran Mangkubumi ikut membantu
pemberontakan, tetapi kembali ke istana dan diterima oleh Pakubuwana II. Patih
Pringgalaya sebagai saingan politiknya membujuk raja untuk tidak menyerahkan
hadiah sayembara.
Suasana diperkeruh dengan munculnya jendral VOC, Baron van
Imhoff dengan mendesak Pakubuwana II untuk menyewakan daerah pesisir kepada VOC
seharga 20.000 real Spanyol pertahunnya. Pangeran Mangkubumi menentangnya dan
terjadilah saling menghina antara dia dengan van Imhoff di depan umum.
Akhir Pemerintahan
Pangeran Mangkubumi yang sakit hati meninggalkan
Surakarta dan bergabung dengan Mas Said pada Mei 1746. Akhirnya terjadi Perang
Suksesi Jawa Ketiga.
Pakubuwana jatuh sakit di akhir tahun 1749 yang saat itu
masih panas-panasnya perang. Baron von Hodendorff yang menjabat sebagai gubernur pesisir Jawa di
bagian timur laut tiba di Surakarta sebagai saksi VOC atas pergantian raja.
Pakubuwana II bahkan menyerahkan kedaulatan kerajaannya secara penuh kepada von
Hohendorff.
Perjanjian pun ditandatangani pada tanggal 11 Desember
1749 menjadikan titik awal hilangnya kedaulatan Kasunanan Surakarta ke tangan
penjajah, Belanda. Mulai waktu itu VOC berhak melantik raja-raja keturunan
Mataram. Peraturan itu berlaku hingga Indonesia Meredeka.
Pakubuwana II meninggal dunia karena sakitnya pada 20
Desember 1749. Takhtanya digantikan putranya dengan gelar Pakubuwana III.
Pakubuwana III akhirnya melanjutkan perang yang belum selesai anatara Kasunanan
Surakarta dengan para pemberontak, atau Perang Suksesi Jawa Ketiga.
Pranala Sumber :
Comments
Post a Comment