![]() |
sumber : https://en.wikipedia.org |
Nyi Roro Kidul atau Nyai Roro Kidul adalah dewi dari mitologi Jawa dan Sunda. Dalam mitologi dia menjaga Laut Selatan atau Samudera Hindia. Menurut kepercayaan dari orang Jawa, Nyai Roro Kidul ikut andil dalam pemerintahan Mataram dan Yogyakarta sebagai pendamping spiritual. Dimulai dengan Senopati hingga berlanjut sampai saat ini.
Nama
Dalam cerita rakyat orang Sunda diceritakan Dewi Kadita,
seorang putri cantik dari Kerajaan Sunda di Jawa Barat merujut kepada Ratu Laut
Selatan. Nama Ratu Laut Selatan juga merujuk kepada Gusti Kanjeng Ratu Kidul.
Keraton Surakarta menyebutnya sebagai Kanjeng Ratu Ayu
Kencono Sari. Orang-orang Jawa percaya bahwa gelar-gelar kehormatan merujuk
kepadanya seperti Nyai, Kanjeng dan Gusti. Ada juga yang memanggilya
Eyang(nenek). Dalam bentuk sebagai putri duyung dia dipanggil Nyai Blorong.
Nama Roro berasal dari ‘rara’ dalam bahasa Jawa Kuno.
Jawa Kuno mengembangkan rara menjadi lara pada Jawa modern. Arti dari kata lara
sendiri adalah sakit, juga kesedihan yang dianggap sakit hati atau juga patah
hati. Orthografi Belanda mengubah lara menjadi loro dan namanya disebut Nyai
Loro Kidul.
Penggambaran
Nyai Roro Kidul digambarkan sebagai putri duyung dengan
ekor serta bagian tubuh ikan yang lebih rendah. Dia adalah makhluk mistis yang
diklaim mampu mencabut jiwa siapa pun yang dia dinginkan. Kepercayaan populer
mengatakan bahwa Nyai Roro Kidul suka mengambil nyawa nelayan atau pengunjung
yang bermandian air pantai selatan. Dikatakan juga dia suka mengambil pria muda
nan tampan.
Dia memiliki kemampuan untuk mengubah bentuknya beberapa
kali dalam sehari. Sultan Hamengkubuwono IX mengaku bertemu dengannya dan dalam
ingatannya Nyi Roro kidul berpenampilan
sebagai wanita muda nan cantik layaknya bulan purnama dan muncul lagi sebagai
wanita tua di lain waktu.
Bagian lain dari cerita rakyat menyebutkan bahwa Roro
lebih suka warna hijau kebiru-biruan. Hal itu memunculkan mitos agar
orang-orang tidak memakai baju dengan warna itu ketika berada di sepanjang
pantai selatan Jawa. Nyi Roro Kidul digambarkan mengenakan pakaian dan
selendang dalam warna itu.
Sejarah
Legendanya sebagian besar terkait dengan Kesultanan
Mataram di abad ke-16. Naskah yang lebih tua menunjukkan era Kerajaan Sunda dan
legenda Putri Kadita yang benasib naas. Studi antropologis dan budaya
Sunda-Jawa menunjukkan bahwa Ratu Laut Selatan berasal dari kepercayaan
animistik yang lebih tua dari dewi Hindu-Buddha.
Mungkin kepercayaan tersebut berasal dari keganasan
pantai selatan mulai dari badai hingga tsunami. Penduduk setempat takut akan
kekuatan alam yang dahsyat dan mendewakan makhluk yang mendiami laut selatan
yang diperintah oleh ratu mereka, seorang dewi yang dikenal sebagai “Ratu
Kidul”.
Legenda Jawa abad ke-16 menjelaskan Ratu Kidul
berhubungan dengan raja-raja Kesultanan Mataram sebagai pelindung dan
pendamping spiritual. Pendiri dari Kesultanan Mataram, yaitu Panembahan
Senopati serta cucunya Sultan Agung menamai Kanjeng Ratu Kidul dan diklaim
sebagai mempelai serta masuk dalam Babad Tanah Jawi.
Panembahan Senopati bercita-cita untuk mendirikan
kerajaan baru untuk melawan penguasa Pajang. Dia bermeditasi di pantai Parang
Kusumo di selatan rumahnya, Kota Gede. Meditasinya menyebabkan fenomena
supranatural dan mengganggu kerajaan spiritual Laut Selatan.
Sang Ratu gersah dan mencari pelaku yang mengancam
kerajaannya. Di sana dia melihat seorang pangeran yang tampan dan akhirnya
jatuh cinta padanya. Ratu menyuruh pangeran itu berhenti dari meditasinya.
Ratu memberi imbalan untuk membantu Panembahan Senopati
dalam upaya politiknya untuk membangun sebuah kerajaan baru. Ratu meminta untuk
dikawini oleh sang pangeran serta menjadi pendamping semua raja-raja Matam ke
depannya. Ratu juga menjadi pelindung spiritual kerajaan Mataram.
Dalam kisah tentang Dewi Kadita, putri Kerajaan
Pajajaran, Jawa Barat, dia melarikan diri ke Laut Selatan setelah terkena ilmu
hitam. Kutukan itu membuat penyakit kulit yang menjijikkan di sekujur tubuh
sang putri. Dia akhirnya menjeburkan diri ke Laut Selatan untuk mendapatkan
kembali kecantikannya. Roh-roh serta iblis yang bersemayam di sana memahkotai
Kadita sebagai Ratu Spiritual di Laut Selatan.
Versi serupa dengan Kadita menyebutkan seorang raja yang
memiliki putri dan menikah lagi untuk mencari ahli waris laki-laki. Istri baru
dari raja itu merasa diduakan dan memberi ultimatum kepada sang raja. Dia
menyatakan akan pergi jika memilih putrinya, dan tinggal bila memilih dia dan
menyuruh pergi putrinya.
Raja pun memilih memplai barunya dan menyuruh penyihir
mengutuk putrinya. Putrinya menderita penyakit kulit dan diusir dari kerajaan.
Putri tersebut mendengar bahwa jika dia ingin sembuh, maka dia harus melompat
ke laut di tengah malam ketika ombak besar datang. Kemudian dia mengikuti
arahan tersebut dan tak pernah kembali.
Cerita rakyat Sunda lain menyatakan bahwa Banyoe
Bening(artinya air jernih) menjadi Ratu Kerajaan Djojo Keolon dan menderita
kusta. Dia melakukan perjalanan ke Selatan di mana dia terbawa ombak besar dan
menghilang ke Samudera.
Cerita rakyat Jawa Barat lainnya adalah Ajar Cemara
Tunggal di gunung Kombang, kerajaan Pajajaran. Dia adalah wanita cantik
sekaligus bibi buyut dari Rade Jaka Suruh. Dia merubah dirinya menjadi dukun
dan memberitahu Raden Jaka Suruh untuk menuju timur pulau Jawa dan mendirikan
kerajaan di lokasi di mana pohon maja berbuah hanya satu butir.
Karena buah maja tersebut rasanya pahit, maka dirikanlah
kerjaan dengan nama Majapahit. Cemara Tunggal berjanji akan menikahi pendiri
Majapahit dan setiap keturunanya untuk membantu setiap permasalahan mereka. Roh
Cemara Tunggal dianggap menjadi “ratu-lelembut dari selatan” yang menguasai
seluruh lelembut di sana.
Pranala Sumber :
Comments
Post a Comment