![]() |
sumber : https://en.wikipedia.org |
Amangkurat II atau Sri Susuhan Amangkurat II
adalah pendiri dan raja pertama Kasunanan Kartasura melanjutkan Kesultanan
Mataram. Dia merupakan raja Jawa pertama dengan pakaian dinas ala Eropa
sehingga disebut sebagai Sunan Amral, ejaan Jawa Admiral.
Nama aslinya adalah Raden Mas Rahmat dan juga
putra raja Mataram bergelar Amangkurat I. Dia memiliki ibu yang menjadi Ratu
Kulon, putri Pangeran Pekik dari Surabaya. Amangkurat beristri banyak, tetapi
hanya satu yang melahirkan putra yang menjadi penerusnya, Amangkurat III.
Menurut Babad Tanah Jawi, ibu dari Amangkurat III menguna-guna semua istri
Amangkurat II, sehingga mereka semua mandul.
Mas Rahmat dibesarkan di Surabaya, kemudian
dipindahkan ke istana Plered dan dijadikan Adipati Anom. Dia memiliki hubungan
buruk dengan adiknya, Pangeran Singasari sehingga ketika Pangean Singasari
diangkat mnejadi Adipati Anom, Mas Rahmat mulai memberontak kepada Mataram.
Tahun 1661, pemberontakan Mas Rahmat didukung
para tokoh yang tidak suka kepada pemerintahan Amangkurat I. Pemberontakan Mas
Rahmat berhasil dipadamkan dan semua pendukungnya di musnahkan. Amangkurat I
sendiri gagal meracun Mas Rahmat di tahun 1663 dan hubungan keluarga mereka
semakin tegang.
Tahun 1668, Mas Rahmat jatuh cinta kepada
gadis Surabaya yang akan dijadikan selir ayahnya bernama Rara Oyi. Pangeran
Pekik nekat menculik Rara Oyi untuk dinikahkan kepada Mas Rahmat dan memicu
kemarahan Amangkurat I. Amangkurat membunuh Pangeran Pekik sekeluarga,
sedangkan Mas Rahmat dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.
Pemberontakan Trunajaya
Setelah dipecat dari jabatan Adipati Anom,
jabatan putra mahkota diberikan kepada Pangeran Puger. Tahun 1670, Mas Rahmat
meminta bantuan Panembangan Rama dan kemudian dikenalkan kepada menantunya
bernama Trunajaya dari Madura.
Tahun 1674 Keraeng Galesong datang ke Mataram
bersama pasukan pelarian Makasar. Mereka meminta sebidang tanah pada Mataram
dan ditolak oleh Amangkurat I. Secara diam-diam Mas Rahmat memberi mereka tanah
desa Demung. Mereka ikut bergabung dalam pemberontakan Trunajaya atas rasa
sakit hati oleh Amangkurat I.
Berkat bantuan Keraeng Galesong, Trunajaya
mendapat kekuatan besar dan semakin sulit dikendalikan. Mas Rahmat akhirnya
kembali ke pihak ayahnya dan mendapatkan kembali putra mahkota disebabkan
Pangeran Puger berasal dari keluarga Kajoran yang mendukung peberontakan.
Tahun 1677 pada 2 Juli, Trunajaya menyerbu
istana Plered membuat Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat.
Istana dipertahankan oleh Pangeran Puger, ini menjadi bukti bahwa Kajoran
mendukung Trunajaya. Akhirnya Pangeran Puger terusir ke desa Kajenar.
Persekutuan VOC
Babad Tanah Jawi mengatakan bahwa Amangkurat
I meninggal disebabkan racun yang ditaruh di minumannya oleh Mas Rahmat. Meski
demikian taktanya tetap ditujukkan ke Mas Rahmat disertai kutukan bahwa
keturunannya tidak ada yang menjadi raja kecuali satu, walau hanya sebentar.
Mas Rahmat disambut oleh Martalaya, bupati
Tegal. Daripada menghadapi Trunajaya, Mas Rahmat lebih memilih pergi haji.
Setelah wahyu keprabon pindah kepadanya keinginannya itu pun dibatalkan. Mas
Rahmat menjalankan wasiat ayahnya untuk bekerja sama dengan VOC.
Tahun 1677 di bulan September perjanjian
dengan VOC dilaksanakan di Jepara. VOC diwakili oleh Cornelis Speelman.
Daerah-dareah di pesisir utara Jawa dari Kerawang hingga ujung timur Panarukan
digadaikan kepada VOC sebagai jaminan kemenangan melawan Trunajaya.
Mas Rahmat akhirnya diangkat menjadi
Amangkurat II menjadi raja menggantikan ayahnya, walau tanpa istana. Berkat
bantuan VOC pemberontakan Pangeran Trunajaya berakhir pada 26 Desember 1679.
Amangkurat menghukum mati Trunajaya pada 2 Januari 1680.
Istana Kartasura
Pada September 1680 Amangkurat II membangun
istana barunya yang terletak di hutan Wanakarta. Istana baru tersebut dinamai
Kartasura. Pangeran Puger yang berada di istana Plered menolak untuk bergabung
dengan Amangkurat II karena desas-desus bahwa Amangkurat II bukanlah Mas
Rahmat, melainkan anak Cornelis Speelman yang menyamar menjadi Mas Rahmat.
Pada November 1680 meletus perang antara
Plered dan Kartasura. Pada Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa itu adalah
pertempuran Mataram melawan Kartasura. Pada 28 November 1681 Pangeran Puger
berhasil dikalahkan.
Babad Tanah Jawi juga menerangkan bahwa
Mataram telah dihancurkan tahun 1677, jadi Kartasura dianggap sebagai kerajaan
baru penerus Mataram. Amangkurat II diberikan gelar Panembahan Natapraja dari
Adilangu dan dianggap sebagai sesepuh Mataram.
Hubungan dengan VOC Selanjutnya
Amangkurat II berhutang 2,5 gulden kepada VOC
atas biaya perang. Tokoh anti VOC saat itu bernama Patih Nerangkusuma berhasil
menghasut Amangkurat II agar lepas dari jeratan hutang tersebut.
Tahun 1683 terjadi pemberontakan Wanakusuma
yang seorang keturunan Kajoran. Pemberontakan tersebut dipusatkan pada Gunung
Kidul yang akhirnya dapat dipadamkan. Tahun 1685 Amangkurat II menampung
buronan VOC bernama Untung Suropati yang tinggal di rumah Patih Nerangkusuma . Amangkurat memberinya tempat tinggal di desa Babirong untuk menyusun kekuatan.
Kapten Francois Tack tiba di Kartasura
Februari 1686 untuk mengambil Untung Seropati. Amangkurat II berpura-pura
membantu VOC hingga pertempuran terjadi. Pasukan Untung Suropati berhasil
membabat habis pasukan Kapten Tack hingga kematian Kapten Tack.
Amangkurat II kemudian memberi restu kepada
Untung Seropati dan Nerangkusuma untuk merebut Pasuruan. Bupati Pasuruan
bernama Anggajaya yang semula diangkat Amangkurat II sendiri menjadi korban.
Anggajaya melarikan diri ke Surabaya dan bergabung dengan adiknya, Anggawangsa,
Adipati Jangrana.
Kematian
Akhirnya VOC berhasil membongkar tipu
muslihat Amangkurat II setelah menemukan surat-surat Amangkurat II kepada
Cirebon, Johor, Palengbang serta Inggris yang berisi ajakan memerangi Belanda.
Amangkurat II juga mendukung pemberontakan Kapitan Jongker tahun 1689.
Pranala Sumber :
Comments
Post a Comment